Memperjuangkan Sumber Kehidupan Sesungguhnya: Masyarakat Adat Dalem Tamblingan dan Kedaulatan atas Alas Merta Jati di Kabupaten Buleleng, Bali
Abstract
Abstract: This article analyzes two important points related to the struggle for the sovereignty of the Adat Dalem Tamblingan (ADT), Dalem Tambiling indigenous people over their forest resources, namely Alas Merta Jati. The first point is to identify and at the same time discuss the limitations (limitations) of the ADT community's struggle to fight back their customary forest, namely Alas Merta Jati from the state forest as a Taman Wisata Alam (TWA), Natural Tourism Park, area to become ADT sovereignty forest. The second point specifically discusses the position and relations of ADT women with adat and Alas Merta Jati. Data collection was carried out by participatory observation, in-depth interviews, and focus group discussions. This article argues that the strata of the state and society are very heterogeneous and both together contribute to excluding people's sovereignty over forests. The future reflection offered is to build counter regulations based on the dynamic relationship between indigenous peoples and forest resources. The spirit of the regulation formulated by the community itself is based on two important foundations, namely the politics of recognition and the politics of redistribution
Keywords: sovereignty, limitation, communal control, exclusion, recognition politics, redistribution politics.
Intisari : Artikel ini menganalisis dua poin penting yang berkaitan dengan perjuangan kedaulatan masyarakat Adat Dalem Tamblingan (ADT) terhadap sumber daya hutannya yaitu Alas Merta Jati. Poin pertama adalah mengidentifikasi sekaligus mendiskusikan limitasi-limitasi (keterbatasan-keterbatasan) perjuangan masyarakat ADT untuk memperjuangkan kembali hutan adatnya yaitu Alas Merta Jati dari hutan negara sebagai daerah Taman Wisata Alam (TWA) menjadi hutan hak kedaulatan ADT. Poin kedua secara khusus membahas posisi dan relasi perempuan ADT dengan adat dan Alas Merta Jati. Penggalian data dilakukan dengan observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan diskusi kelompok terarah. Artikel ini berargumen bahwa lapisan-lapisan negara dan masyarakat sangat heterogen dan keduanya bersama-sama berkontribusi untuk mengekslusi kedaulatan rakyat terhadap hutan. Refleksi ke depan yang ditawarkan adalah membangun pengaturan tandingan berlandaskan relasi yang dinamis antara masyarakat adat dengan sumber daya hutan. Jiwa dari pengaturan yang dirumuskan oleh masyarakat sendiri ini berdasarkan dua pondasi penting yaitu politik rekognisi dan politik redistribusi.
Kata Kunci: Kedaulatan, Limitasi, Penguasaan Komunal, Eksklusi, Politik Rekognisi, Politik Redistribusi
Downloads
References
Abisono, F.G., Rini T, Sakro. (2020). The Commons dalam Perspektif Kewargaan: Studi Konflik Pengelolaan Wisata Alam Desa Bleberan Gunungkidul, Bhumi Jurnal Agraria dan Pertanahan, 6 (1), 28-41. DOI: https://doi.org/10.31292/jb.v6i1.422.
Aditjondro, G.J. (1994). Pengetahuan-pengetahuan Lokal yang Tertindas, Meneropong Gerakan Lingkungan di Indonesia Melalui Konsep Kuasa/Pengetahuan Foucault, Kalam Jurnal Kebudayaan, 1.
Anonim. (2004). Ajeg Bali Sebuah Cita-Cita. Denpasar: Bali Post.
Bagus, I.G.N. (2004). Mengkritisi Peradaban Hegemonik. Denpasar, Kajian Budaya Universitas Udayana Books.
Bagus, I.G.N. (1999). Keresahan dan Gejolak Sepuluh Tahun terakhir di Bali: Beberapa Catatan tentang Perubahan Sosial di Era Glokalisasi dalam Henri Chambert-Loir dan Hasan Muarif Ambary (ed), Panggung Sejarah: Persembahan kepada Prof. Dr. Denys Lombard, Jakarta, Ecole Francaise dExtreme-Orient, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Yayasan Obor Indonesia.
Dharmayuda, I.M.S. (1995). Kebudayaan Bali. Denpasar, Kayumas Agung.
Dharmayuda, I.M.S. (2001). Desa Adat, Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Propinsi Bali. Denpasar, Upada Sastra.
Ferguson, J. (1990). The Anti-Politics Machine: Development, Depoliticization, and Bureaucratic Power in Lesotho. Cambridge, Cambridge University Press.
Geertz, C. 2000. Negara Teater. Yogyakarta, Penerbit Bentang Budaya.
Henley D, Jamie D, & Sandra M (ed). (2010). Adat dalam Politik Indonesia. Jakarta, KITLV Jakarta dan Yayasan Obor Indonesia.
Junarto, R & Djurdjani. (2020). Pemetaan Objek Reforma Agraria dalam Kawasan Hutan (Studi Kasus di Kabupaten Banyuasin). Bhumi Jurnal Agraria dan Pertanahan, 6 (2), 219-235. DOI: https://doi.org/10.31292/bhumi.v6i2.443.
Li, T.M. (2012). The Will To Improve, Perencanaan, Kekuasaan, dan Pembangunan di Indonesia (terjemahan Hery Santoso dan Pudjo Semedi), Jakarta, Marjin Kiri.
______. (2000). Articulating Indigenous Identity in Indonesia: Resources Politics and the Tribal Slot. Comparative Studies in Societies and History, 42 (1), 149-179. DOI: 10.1017/S0010417500002632.
Nordholt, H.S. (2010). Bali, Benteng Terbuka 1995 – 2005. Denpasar, Pustaka Larasan.
___________ .(1991). State, Village, and Ritual in Bali: A Historical Perspective. Amsterdam, VU University Press.
____________. (1994). The Making of Traditional Bali: Colonial Ethnography and Bureaucratic Reproduction. History and Anthropology, 8(1- 4), 89-127.
Palguna, I.D. (ed). (2006). Bom Teroris dan Bom Sosial, Narasi dari Balik Harmoni Bali, Perspektif Korban dan Relawan. Denpasar, Yayasan Kanaivasu.
Putra, I.N.D(ed). (2004). Bali Menuju Jagaditha: Aneka Perspektif. Denpasar, Pustaka Bali Post.
Peluso, N.L & Vandergeest. (2001). Genealogies of the Political Forest and Customary Rights in Indonesia, Malaysia, and Thailand. The Journal of Asian Studies, 60(3), 761-812. DOI: 10.2307/2700109.
Pitana, IG. (1999). Pelangi Pariwisata Bali, Kajian Aspek Sosial Budaya Kepariwisataan Bali di Penghujung Abad. Denpasar, Bali Post.
Picard, M. (2006). Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata, Jakarta, KPG.
Pinuji, S. (2020). Perubahan Iklim, Sustainable Land Management dan Responsible Land Governance, Bhumi Jurnal Agraria dan Pertanahan, 6 (1), 188-200. DOI: https://doi.org/10.31292/bhumi.v6i2.430.
Prahara, H. (2018). Pembangunan yang Terbayang: Imajinasi Sosio-Teknikal dalam Implementasi Pembangunan Berbasis Komunitas di Indonesia, Antropologi Indonesia, 39(2).
Rahman, N.F. (2019). Quo Vadis Pengaturan Status Masyarakat Hukum Adat Pasca Putusan MK 35/PUU-X/2012? p. xxv-xxxiv, prolog dalam Moh. Shohibudin, Ahmad Nashih Luthfi, Westi Utami (ed), Meninjau Ulang Pengaturan Adat, Yogyakarta, STPN Press bekerjasama dengan Pusat Studi Agraria, Institut Pertanian Bogor.
Ramstedt, M & Thufail, F.I (ed). (2011). Kegalauan Identitas: Agama, Etnisitas, dan Kewarganegaraan pada masa Pasca-Orde Baru, Jakarta, PSDR LIPI, Max Planck Institute for Social Anthropology, Grasindo.
Ribot, J.C & Peluso, N.L. (2003). A Theory of Access, Rural Sociologi, 68 (2), 153-181. DOI: 10.1111/j.1549-0831.2003.tb00133.x.
Sari, A.C.F. (2020). Hak dan Akses Tenurial Masyarakat Hukum Adat Bengkunat dalam Pemanfaatan Hutan di Pesisir Barat, Lampung, Bhumi Jurnal Agraria dan Pertanahan, 6 (1), 80-95. DOI: https://doi.org/10.31292/jb.v6i1.426.
Savitri, L.A. (2014). Rentang Batas dari Rekognisi Hutan Adat dalam Kepengaturan Neoliberal. Wacana, 33, 63-102.
Siscawati, M. (2014). Masyarakat Adat dan Perebutan Penguasaan Hutan, Wacana 33, 3-23.
Siscawati, M. (2014b). Pertarungan Penguasaan Hutan dan Perjuangan Perempuan Adat, Wacana, 33, 167-206.
Suryawan, I.N. (2020). Desa Mawacara, Negara Mawatata: Bali’s Customary Village-Based State Policies in the Time of the Covid-19 Pandemic, Jurnal Politik, 6(1), 39-66.
Susanto, B (ed). (2003). Politik dan Postkolonialitas di Indonesia. Yogyakart, Lembaga Studi Realino dan Kanisius.
Scoot, J.C. (2009). The Art of Not Being Governed: An Anarchist History of Upland Southeast Asia. New Heaven. Yale University Press.
Vandergeest. P. (1996). Mapping Nature: Territorialization of Forest Rights in Thailand. Society & Natural Resources, 9(2): 159-175. DOI: 10.1080/08941929609380962.
Vikers, A. (1989). Bali: A Paradise Cretated. Victoria, Penguin.
Copyright (c) 2021 Ngurah Suryawan

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.