Pengaturan Penguasaan Tanah di Wilayah Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Abstract
Abstract: Regulation of Agrarian and Spatial Planning Minister/Head of National Land Agency Number 17 of 2016 on Land Tenure Management of Coastal dan Small islands (Permen ATR 17/2016) was stipulated to be a legal instrument for practicing tenurial aspect in coastal and small islands. After several years of enactment, the implementation of Permen ATR 17/2016 has been deemed ineffective. This research attempts to determine the cause of ineffectiveness of Permen ATR 17/2016. This research obtains data by using in-depth interviews, conducting some focus group discussions, doing observation, and exploring some documents. The results show that the ineffectiveness of Permen ATR 17/2016 caused by (a) the legal substance has not been accommodative enough as regulation of land rights; (b) the legal structure, officers in Land Registry Offices, cannot implement Permen ATR 17/2016 due to inadequate facilities, (c) there is community awareness to fill “empty-space” in ius positum for land tenure in alluvion (aanslibbing) in coastal areas, which is not fully in accordance with provisions and spirit of National Land Law.
Keywords: ineffective regulation, land tenure, land structuring.
Intisari: Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (selanjutnya disebut Permen ATR 17/2016) diharapkan menjadi instrumen hukum untuk melakukan penataan pertanahan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WPPPK) di Indonesia. Namun, setelah beberapa tahun berlakunya, implementasi Permen ATR/Ka BPN tersebut dipandang belum efektif. Penelitian ini mengkaji penyebab ketidakefektifan Permen ATR 17/2016. Data diperoleh dari wawancara, diskusi kelompok terfokus, observasi, dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakefektifan Permen ATR 17/2016 disebabkan oleh: (a) substansi hukum yang belum akomodatif; (b) struktur hukum dalam hal ini para sumberdaya manusia yang berwenang masih memiliki keraguan dalam melaksanakan, dan sarana penegakan hukum yang belum memadai; (c) adanya kesadaran hukum masyarakat untuk mengisi “ruang-kosong” hukum positif dalam penguasaan dan pengusahaan tanah timbul di wilayah pesisir, namun tidak sepenuhnya sesuai dengan ketentuan dan semangat Hukum Tanah Nasional.
Kata Kunci: Ketidakefektifan hukum, penguasaan tanah, penataan pertanahan.
Downloads
References
Ameyaw, P. D., Dachaga, W., Chigbu, U. E., Vries, W. T., & Asante, L. A. (2018). Responsible land management: The basis for evaluating customary land management in Dormaa Ahenkro, in Ghana. World Bank Conference on Land and Poverty, The World Bank - March 19-23, 2018, (p. 18). Washington DC.
BPS Kabupaten Cirebon. (2019). Kabupaten Cirebon dalam Angka 2019. Cirebon: BPS Kabupaten Cirebon.
De Vries, W. (2020). Application of 8R framework of responsible management to evaluate relocation of capital cities, Power Point Presentation, 27 February 2020, 1-29. Jakarta.
De Vries, W., & Chigbu, U. (2017). Responsible land management – Concept and application in a territorial rural context. fub 2.
Dey, I. (1993). Qualitative data analysis: A user-friendly guide for social scientists. USA and Canada: Routledge.
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Cirebon. (2019). Laporan akhir inventarisasi dan pemetaan tanah timbul Kabupaten Cirebon. Cirebon: PT Itergo Buana Utama.
Direktorat PWP3WT. (2017). Penyusunan Potensi Penataan Pulau-Pulau Kecil. Kegiatan: Pulau Manis dan Pulau Sambu Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam. Jakarta: Direktorat PWP3WT Kementerian ATR/BPN.
Direktorat PWP3WT. (2019). Inventarisasi Data Pulau-Pulau Kecil di Kabupaten Manggarai Barat Desa Pasir Putih Tahun 2019. Jakarta: Direktorat PWP3WT Kemen ATR/BPN.
Downe?Wamboldt, R. ( 1992). Content analysis: Method, Applications, and Issues. Health Care for Women International.
Enemark, S., Williamson, I., & Wallace, J. (2005). Building modern land administration systems in developed economies. Spatial Science, 50 (2), 51-68.
Fauzi, A. (2009). Menakar Nilai Ekonomis Kawasan Pesisir. Buletin Tata Ruang Edisi 5.
Hanum, E. (2017). Dinamika konflik tanah timbul di Pulau Sarinah Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Politik Indonesia, Vol. 2, No. 1, Juli-September, 135-142.
Harsono, B. (2003). Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya (Edisi 9., Vol. 1 Hukum Tanah Nasional). Jakarta: Penerbit Djambatan.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kemen ATR/BPN). (2016). Peraturan Menteri ATR No 17 Tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta: Kemen ATR/BPN.
Kementerian ATR/Kepala BPN. (2019). Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN 18 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. Jakarta.
Mahkamah Konstitusi Indonesia. (2012). Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012. Jakarta.
Pattingi, F. (2013). Prinsip keadilan sosial dalam sistem tenurial di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Jurnal Bhumi, 38, 12.
Pemerintah Indonesia. (1974). Memorandum of Understanding Indonesia dengan Australia. Jakarta.
Pemerintah Indonesia. (2007). UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta.
Pemerintah Indonesia. (2014). UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil . Jakarta.
Puslitbang BPN. (2014). Penelitian pola penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil. Bogor: Puslitbang BPN.
Satria, A. (2009). Pesisir dan Laut Untuk Rakyat (Kedua ed.). Bogor: IPB Press.
Soekanto, S. (2007). Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada.
Wulandari, M. (2020). "Dinamika pengaturan penguasaan tanah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil”, Catatan Evaluatif Kepala Seksi Pemantauan dan Evaluasi Pulau-pulau Kecil Direktorat PWP3WT, Juni 2020.
Aturan Perundang-undangan
Pemerintah Indonesia. (1945). Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Indonesia. (1974). Memorandum of Understanding Indonesia dengan Australia di Jakarta tanggal 7 November 1974.
Pemerintah Indonesia. (1996). Undang Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan.
Pemerintah Indonesia. (2002). Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan yang Ditetapkan.
Pemerintah Indonesia. (2004). Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.
Pemerintah Indonesia. (2007). Undang Undang Nomor No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisi dan Pulau-Pulau Kecil.
Pemerintah Indonesia. (2007). Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Tentang Penataan Ruang.
Pemerintah Indonesia. (2011). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Pemerintah Indonesia. (2012). Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai.
Pemerintah Indonesia. (2016). Undang Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
Pemerintah Indonesia. (2017). Keputusan Presiden Nomer 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar.
Pemerintah Indonesia. (2019). Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut.
Pemerintah Indonesia. (1985). Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 18 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat.
Putusan Pengadilan
Mahkamah Konstitusi Indonesia. (2012). Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012.
Copyright (c) 2021 mitra wulandari
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.