Hak dan Akses Tenurial Masyarakat Hukum Adat Bengkunat dalam Pemanfaatan Hutan di Pesisir Barat, Lampung
Abstract
Abstract: Recognition of tenure rights and access to forest use has always been a demand for indigenous people and non-government organizations that support indigenous peoples’ rights. However, focusing only on the recognition of rights is not enough to guarantee tenure access to indigenous people to use the forest. Indigenous people require not only recognition of rights from the state, but they alsoneed access to be able to use the forest. This article aims to understand the tenure rights and access of the Bengkunat indigenous people in forest use and the factors that influence the community’s access to use the forest. This article was produced by using the socio-legal approach to understand the social reality of tenure rights and access of the Bengkunat indigenous people in forest use. The results show that in addition to the recognition of Bengkunat indigenous people tenure rights to use the forest, they also need access to be able to use it. If there is no access, the community cannot benefit from the forest.
Intisari: Pengakuan hak masyarakat hukum adat atas pemanfaatan hutan selalu menjadi tuntutan bagi masyarakat hukum adat dan organisasi non-pemerintah yang mendukung hak-hak masyarakat hukum adat. Meskipun demikian, hanya fokus pada pengakuan hak saja, tidak cukup memberikan jaminan akses tenurial kepada masyarakat hukum adat untuk memanfaatkan hutan. Masyarakat hukum adat tidak hanya membutuhkan pengakuan hak dari negara saja, tetapi juga membutuhkan akses untuk dapat memanfaatkan hutan. Artikel ini bertujuan untuk memahami bagaimana hak dan akses tenurial masyarakat Bengkunat atas hutan dan apa saja faktor-faktor yang memengaruhi akses masyarakat dalam memanfaatkan hutan tersebut. Artikel ini dihasilkan dari penelitian dengan menggunakan pendekatan sosio-legal untuk memahami realitas sosial hak dan akses tenurial masyarakat hukum adat Bengkunat dalam pemanfaatan hutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa disamping pengakuan terhadap hak tenurial masyarakat Bengkunat, mereka juga sangat memerlukan akses untuk dapat memanfaatkannya. Jika tidak ada akses, maka masyarakat tidak dapat menikmati hutan
Downloads
References
Arumingtyas, L, 2019, ‘Kementerian Lingkungan Rilis Peta Indikatif Hutan Adat dan Ubah Aturan’, Mongabay. https://www.mongabay.co.id/2019/05/29/kementerian-lingkungan-rilis-peta-indikatif-hutan-adat-dan-ubah-aturan/ (Accessed: 20 Desember 2019).
Banakar, R. and Max T 2005, Theory and method in socio-legal research, Hart Publishing, Oxford.
Colchester, M. et al. 2006, Promised Land: Palm oil and land acquisition in Indonesia: Implication for local communities and indigenous peoples, forest peoples programme, Perkumpulan Sawit Watch, HuMa, dan the World Agroforestry Centre, Bogor.
Fathullah, L. S. et al. Tanpa tahun, Perubahan status kawasan hutan guna menjawab permasalahan kemiskinan dan ketahanan pangan: Studi kasus dari Marga Bengkunat dan Pekon Sukapura, Kabupaten Lampung Barat, Hasil Laporan Tim WATALA-ICRAF.
Gayo, A. A. and Nevevy V. A 2016, ‘Penegakan hukum konflik agraria yang terkait dengan hak-hak masyarakat adat pasca putusan MK No.35/PUU-X/2012’, Jurnal Penelitian Hukum De Jure, vol. 16, no.2, hlm. 157-171.
Herawati, T. C. W. et al. 2015, ‘Alternatif penguatan tenur masyarakat pengelola repong damar pahmongan’, Makalah, Seminar Nasional Sains & Teknologi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung, Lampung, 3 November 2015.
Irianto, S 2009, Runtuhnya sekat perdata dan pidana: studi peradilan kasus kekerasan terhadap perempuan, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta.
Lubis, Z 1997, ‘Repong damar: Kajian tentang pengambilan keputusan dalam pengelolaan lahan hutan di Pesisir Krui, Lampung Barat’, Working Paper, no. 20, CIFOR, Bogor.
Patria, R. Y 2015, ‘Kebijakan penerapan hukum pertanahan nasional dan pengaruhnya terhadap eksistensi hak ulayat di Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung’, Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
Ribot, J. C. and Nancy L. P 2003, ‘A Theory of access’, rural sociology, vol. 68, no. 2, hlm. 153-181.
Soekanto, So 2014, Pengantar penelitian hukum, UI Press, Jakarta.
Sumardjono, M. S. W 2018, Regulasi pertanahan dan semangat keadilan agraria, STPN Press, Yogyakarta.
Syaiful, A 2017, ‘Orang Marena Berjuang atas Pengakuan Ruang Hidup di Hutan Adat’, Liputan6, http://regional.liputan6.com/read/2881159/orang-marena-berjuang-atas-pengakuan-ruang-hidup-di-hutan-adat, (Accessed: 20 November 2017).
Van der Muur, W. and Adriaan B 2016, ‘Traditional rule as ‘modern governance’: recognising the ammatoa kajang adat law community’, Mimbar Hukum, vol. 28. no. 1, hlm. 149-161.
Van der Muur, W 2019, ‘Konflik Hutan dan Sifat Informal dari Mewujudkan Hak Tanah Masyarakat Adat di Indonesia’’, in Barenschot, W. and Gerry van Klinken. (eds) Citizenship in Indonesia: perjuangan atas hak, identitas, dan partisipasi, Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan KITLV, Leiden.
Van Vollenhoven, C 2013, Orang indonesia dan tanahnya, STPN Press, Yogyakarta.
Verbist, B and Gamal P 2004, ‘Perspektif sejarah status kawasan hutan, konflik dan negosiasi di Sumberjaya, Lampung Barat, Provinsi Lampung’, Jurnal Agrivita, vol. 26, No. 1, hlm. 20-28.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043).
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888).
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2012 tentang Pembentukan Kabupaten Pesisir Barat di Provinsi Lampung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 231, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5364).
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.32/Menlhk-Setjen/2015 tentang Hutan Hak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1025).
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.21/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 522).
Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 6 Tahun 2001 tentang Alih Fungsi Lahan dari Eks Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK) Seluas ±145.125 Ha menjadi Kawasan Bukan HPK dalam Pemberian Hak Atas Tanah
Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Barat Nomor 02 Tahun 2000 tentang Penyebutan Pekon, Peratin dan Perangkat Pekon dalam Kabupaten Lampung Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Barat Tahun 2000 Nomor 07 Seri D)
Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Barat Nomor 1 tahun 2017 tentang Perlindungan dan Pelestarian Adat Sai Batin (Lembaran Daerah Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2017 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Pesisir Barat Nomor 25).
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 67/Kpts-II/1991 tentang Penetapan Tata Guna Hutan Kesepakatan.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 47/Kpts-II/1998 tentang Penunjukkan Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas Seluas ±29.000 hektare di kelompok Hutan Pesisir, di Kabupaten Dati II Lampung Barat, Provinsi Dati I Lampung, yang Telah Merupakan Repong Damar dan Diusahakan oleh Masyarakat Hukum Adat, sebagai Kawasan Dengan Tujuan Istimewa.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 31/Kpts-II/2001.
Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung Nomor G/362/B.II/HK/1996 tentang Pengukuhan Lembaga Adat Marga sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dari Masing-Masing Wilayah Adat di Daerah Tingkat II dalam Provinsi Daerah Tingkat I Lampung.
Surat Keputusan Bupati Lampung Barat Nomor B/37/KPTS/02/2001.
Surat Keputusan Bupati Lampung Barat Nomor B/101/KPTS/06/2002 tentang Larangan Pembukaan Hutan di Wilayah Rimba Larangan Marga Bengkunat Kecamatan Bengkunat, Kabupaten Lampung Barat.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 16 Mei 2013.